Rokok vs Ekonomi: Mitos dan Fakta


Mitos:

Industri rokok memberikan kontribusi pemasukan negara dengan jumlah besar.

Fakta:

Negara membayar biaya lebih besar untuk rokok dibanding dengan pemasukan yang diterimanya dari industri rokok. Penelitian dari World Bank telah membuktikan bahwa rokok merupakan kerugian mutlak bagi hampir seluruh negara. Pemasukan yang diterima negara dari industri rokok (pajak dan sebagainya) mungkin saja berjumlah besar, tapi kerugian langsung dan tidak langsung yang disebabkan konsumsi rokok jauh lebih besar.
Biaya tinggi harus dikeluarkan untuk membayar biaya penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh rokok, absen dari bekerja, hilangnya produktifitas dan pemasukan, kematian prematur, dan juga membuat orang menjadi miskin lebih lama karena mereka menghabiskan uangnya untuk membeli rokok.
Biaya besar lainnya yang tidak mudah untuk dijabarkan termasuk berkurangnya kualitas hidup para perokok dan mereka yang menjadi perokok pasif. Selain itu penderitaan juga bagi mereka yang harus kehilangan orang yang dicintainya karena merokok. Semua ini merupakan biaya tinggi yang harus ditanggung.
Mitos:

Mengurangi konsumsi rokok merupakan isu yang hanya bisa diatasi oleh negara-negara kaya.


Fakta:

Sekarang ini kurang lebih 80% perokok hidup di negara berkembang dan angka ini sudah tumbuh pesat dalam beberapa dekade saja. Diperkirakan pada tahun 2020, 70% dari seluruh kematian yang disebabkan rokok akan terjadi di negara-negara berkembang, naik dari tingkatan sekarang ini yaitu 50%. Ini berarti dalam beberapa dekade yang akan datang negara-negara berkembang akan berhadapan dengan biaya yang semakin tinggi untuk membiayai perawatan kesehatan para perokok dan hilangnya produktifitas.

Mitos:

Pengaturan yang lebih ketat terhadap industri rokok akan berakibat hilangnya pekerjaan di tingkat petani tembakau dan pabrik rokok.

Fakta:

Prediksi mengindikasikan dengan jelas bahwa konsumsi rokok global akan meningkat dalam tiga dekade ke depan, walau dengan penerapan pengaturan tembakau di seluruh dunia. Memang dengan berkurangnya konsumsi rokok, maka suatu saat akan mengakibatkan berkurangnya pekerjaan di tingkat petani tembakau. Tapi ini terjadi dalam hitungan dekade, bukan semalam. Oleh karenanya pemerintah akan mempunyai banyak kesempatan untuk merencanakan peralihan yang berkesinambungan dan teratur.
Para ekonom independent yang sudah mempelajari klaim industri rokok, berkesimpulan bahwa industri rokok sangat membesar-besarkan potensi kehilangan pekerjaan dari pengaturan rokok yang lebih ketat. Di banyak negara produksi rokok hanyalah bagian kecil dari ekonomi mereka. Penelitian yang dilakukan oleh World Bank mendemonstrasikan bahwa pada umumnya negara tidak akan mendapatkan pengangguran baru bila konsumsi rokok dikurangi. Beberapa negara malah akan memperoleh keuntungan baru karena konsumen rokok akan mengalokasikan uangnya untuk membeli barang dan jasa lainnya. Hal ini tentunya akan membuka kesempatan untuk terciptanya lapangan kerja baru.


Mitos:
Pemerintah akan kehilangan pendapatan jika mereka menaikan pajak terhadap industri rokok karena makin sedikit orang yang akan membeli rokok.

Fakta:

Bukti sudah jelas: perhitungan menunjukkan bahwa pajak yang tinggi memang akan menurunkan konsumsi rokok tetapi tidak mengurangi pendapatan pemerintah, malah sebaliknya. Ini bisa terjadi karena jumlah turunnya konsumen rokok tidak sebanding dengan besaran kenaikan pajak. Konsumen yang sudah kecanduan rokok biasanya akan lambat menanggapi kenaikan harga (akan tetap membeli). Lebih jauh, jumlah uang yang disimpan oleh mereka yang berhenti merokok akan digunakan untuk membeli barang-barang lain (pemerintah akan tetap menerima pemasukan). Pengalaman mengatakan bahwa menaikan pajak rokok, betapapun tingginya, tidak pernah menyebabkan berkurangnya pendapatan pemerintah.

Mitos:

Pajak rokok yang tinggi akan menyebabkan penyelundupan.

Fakta:

Industri rokok sering beragumentasi bahwa pajak yang tinggi akan mendorong penyelundupan rokok dari negara dengan pajak rokok yang lebih rendah, yang ujungnya akan membuat konsumsi rokok lebih tinggi dan mengurangi pendapatan pemerintah.
Walaupun penyelundupan merupakan hal yang serius, laporan Bank Dunia tahun 1999 Curbing the Epidemic tetap menyimpulkan bahwa pajak rokok yang tinggi akan menekan konsumsi rokok serta menaikan pendapatan pemerintah. Langkah yang tepat bagi pemerintah adalah memerangi kejahatan dan bukannya mengorbankan kenaikan pajak pada rokok.
Selain itu ada klaim-klaim yang mengatakan bahwa industri rokok juga terlibat dalam penyelundupan rokok. Klaim seperti ini patut disikapi dengan serius.

Mitos:

Kecanduan rokok sudah sedemikian tinggi, menaikan pajak rokok tidak akan mengurangi permintaan rokok. Oleh karenanya menaikan pajak rokok tidak perlu.

Fakta:

Menaikan pajak rokok akan mengurangi jumlah perokok dan mengurangi kematian yang disebabkan oleh rokok. Kenaikan harga rokok akan membuat sejumlah perokok untuk berhenti dan mencegah lainnya untuk menjadi perokok atau mencegah lainnya menjadi perokok tetap. Kenaikan pajak rokok juga akan mengurangi jumlah orang yang kembali merokok dan mengurangi konsumsi rokok pada orang-orang yang masih merokok. Anak-anak dan remaja merupakan kelompok yang sensitif terhadap kenaikan harga rokok oleh karenanya mereka akan mengurangi pembelian rokok bila pajak rokok dinaikan.
Selain itu orang-orang dengan pendapat rendah juga lebih sensitif terhadap kenaikan harga, oleh karenanya kenaikan pajak rokok akan berpengaruh besar terhadap pembelian rokok di negara-negara berkembang.
Model yang dikembangkan oleh Bank Dunia dalam laporannya Curbing the Epidemic menunjukan kenaikan kenaikan harga rokok sebanyak 10% karena naiknya pajak rokok, akan membuat 40 juta orang yang hidup di tahun 1995 untuk berhenti merokok dan mencegah sedikitnya 10 juta kematian akibat rokok.

Mitos:

Pemerintah tidak perlu menaikan pajak rokok karena akan kenaikan tersebut akan merugikan konsumer berpendapatan rendah.

Fakta:

Perusahaan rokok beragumen bahwa harga rokok tidak seharusnya dinaikan karena bila begitu akan merugikan konsumen berpendapatan rendah. Tetapi, penelitian menunjukkan bahwa masyarakat berpendapatan rendah merupakan korban rokok yang paling dirugikan. Karena rokok akan memperberat beban kehidupan, meningkatkan kematian, menaikan biaya perawatan kesehatan yang harus mereka tanggung dan gaji yang terbuang untuk membeli rokok.
Masyarakat berpendapatan rendah paling bisa diuntungkan oleh harga rokok yang mahal karena akan membuat mereka lebih mudah berhenti merokok, mengurangi, atau menghindari kecanduan rokok karena makin terbatasnya kemampuan mereka untuk membeli. Keuntungan lain dari pajak rokok yang tinggi adalah bisa digunakan untuk program-program kesejahteraan masyarakat miskin.

Mitos:

Perokok menanggung sendiri beban biaya dari merokok.

Fakta:

Perokok membenani yang bukan perokok. Bukti-bukti biaya yang harus ditanggung bukan perokok seperti biaya kesehatan, gangguan, dan iritasi yang didapatkan dari asap rokok.

Ulasan di negara-negara kaya mengungkapkan bahwa perokok membebani asuransi kesehatan lebih besar daripada mereka yang tidak merokok (walaupun usia perokok biasanya lebih pendek). Apabila asuransi kesehatan dibayar oleh rakyat (seperti jamsostek) maka para perokok tentunya ikut membebankan biaya akibat merokok kepada orang lain juga.

source : http://www.seatca.org/upload_resource/202.doc

15 Komentar

  1. nita berkata:

    keren bgt! hm.. kalo boleh, q ingin ketemu n berdiskusi mslh rokok dg pembuat tulisan ini.

  2. Yusuf RA berkata:

    Atmosfir dunia terpolusi akibat budaya MEROKOK dari MAROKO hingga MERAUKE.

    Akibat kecanduan MEROKOK mengakibatkan segi-3 penyakit:
    Penyakit PARU-PARU – Penyakit RUPA-RUPA – Penyakit PURA-PURA.

    Meskipun sdh keluar fatwa MUI/2009 tentang HARAMnya MEROKOK. Kenapa sebagian besar umat Islam masih MEROKOK? Karena masih dilindungi oleh Dewan SURO (SUka ROkok)

  3. Buku SEFT berkata:

    Salam bahagia, Atasi kecanduan ROKOK, STRESS, TRAUMA, KEHARMONISAN KELUARGA, SULIT KOSENTRASI, TIDAK PD dll.Dapatkan buku Inpirasional Spiritual Emotional Fredom Technique (SEFT) oleh Ahmad Faiz Zainuddin.LANGSUNG BISA PRAKTEK. GRATIS BIAYA KIRIM* .DISKON jika beli lebih dari 5 buku. KHUSUS 10 PBELI PERTAMA. HANYA UNTUK HARI INI SAJA http://bukusef.wordpress.com

  4. Iwan Kanthaka berkata:

    Artikel yang menarik.

    Saya adalah mantan pecandu rokok. Selama 15 tahun saya merokok 2 bungkus rokok sehari. Perhitungan ekonomi dari uang yang saya sumbangkan ke pengusaha rokok adalah :

    Rp.10.000 x 2 bungkus x30 hari x 12 bulan x 15 tahun = 108.000.000

    Rp 108 juta saya berikan kepada pengusaha rokok. Kalikan dengan berapa banyak perokok yang ada di Indonesia. Sehingga saya beserta sekian juta penduduk Indonesia membantu beberapa gelintir pengusaha rokok untuk memperkaya diri sendiri. Sehingga mereka masuk dalam jajaran pengusaha terkaya di dunia versi majalah Forbes.

    Sedangkan kerugian kesehatan dan pengurangan usia saya adalah tidak ternilai dan tidak bisa dihitung dengan uang.

    Bayangkan kalau uang tersebut saya sumbangkan ke yayasan pendidikan. Maka saya mungkin sudah menciptakan masyarakat indonesia yang cerdas.

    Stop merokok, stop berikan uang anda ke pengusaha rokok.

  5. rizal yunus berkata:

    buat petani tembakau segera beralih ke tanaman lain….dan buat pemilik pabrik rokok yang sudah kaya raya lebih baik pabriknya dijadikan pabrik produk2 yang bermanfaat….masih banyak produk yang bisa dibuat…..jangan cuma pikirkan diri sendiri….pake mengatasnamakan petani tembakau dan buruh pabrik lagi padahal…hanya untuk hidup bermewah-mewah…masuk ke jajaran orang terkaya sejagat….sadarlah…..pura-pura menjadi orang baik….jadi sponsor olahraga dan musik…padahal merusak kehidupan manusia….

  6. bonbon berkata:

    setuju-setuju-setuju atas larangan merokok tersebut, masa mau bakar uang terus lebih baik beli martabak, onde2, terang bulan,…. trus kalo dibagi2 ama orang lain mereka pasti senang, dari pada membagi asap rokok pasti ada yg marah…..apalagi kalo larangan merokok disekolah saya sangat setuju trus gurunya jgn merokok yaaaaaaaaaaaaaaaa

  7. Oum Khay berkata:

    Alangkah “CONGKAK, SEMBRONO, CEROBOH and NAIFnya” pihak-pihak yang BERNYALI MENGELUARKAN FATWA ROKOK & MEROKOK KHARAM. Jangan-jangan akan disusul dengan fatwa selanjutnya bahwa “ZINA MAKRUH, kan memenuhi kebutuhan biologis sekalian mencari duit dengan cara yang paling ekonomis dimuka bumi. Enaklagi”. So Tobatlah dari kesesatan dan kebusukan “BERGAYA SOLEH padahal memelintir hukum Allah SWT. Jangan mengkharamkan yang makruh, kan akan terjadi mengkhalalkan atau memakhruhkan yang khayam and najis”.

  8. purwanto berkata:

    mohon ijin menyebar luaskan artikel ini. semoga bisa bermanfaat bagi yang lain

  9. Erwin Alfarizi berkata:

    hapusdkan roko didunia
    maka pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat akan bisa maju

  10. soezack berkata:

    mantap gan infonya..

  11. -dee- berkata:

    JEMPOL buat yg berhenti merokok di atas deh!
    artikel2nya bagus bgt!
    ku bantu share ke temen2 yaaahhhh
    thx b4 🙂

  12. SINERATIWI berkata:

    Kok iklan rokok gencar dan kreatif ditayang TV, kok tayang iklan anti rokok kok palahan kalah, apa nggak mampu, atau tak berani untuk berkreatif ya?
    Budaya tidak merokok sebenarnya bisa gencar di iklankan to..ya.
    Misal : Tayangan orang bukan perokok sambil batuk2 menjauhkan diri dari asap siperokok.(ditext ditulis tak disadari bahwa kekejaman siperokok tidak disadari samasekali, karena budaya rasa ewuh pekewuh sudah hilang samasekali, yang ada budaya bagi siperokok tidak peduli penderitaan orang lain, sedang dengan sombongnya siperokok mengatakan aku adalah raja budaya anti ewuh pekewuh itu sendiri yang menguasai lingkungan hidup dimasyarakat, bahkan di Jagad Raya ini). ya inti seperti itu lah…
    Mau ditambah lagi …aku adalah siperokok raja penguasa Ekonomi di Jagad Raya ini. Wah2 kalau sudah mengomong Ekonomi semua jadi ikut raja perokok ni. Lalu kapan berani mengatakan aku Raja Anti Rokok, dan yang berani berjuang selalu memajukan Ekonomi tanpa rokok. Lalu kapan bangsa Indonesia berani mengatakan benar katakan benar salah katakan salah. Raja perokok mesti tertawa ni…sebagai penguasa POLEKSOSBU di Jagad Raya ini. Tapi ingat lah bangsa Indonesia tunggu…dan sabar semua bisa owah gisir, karena wolak walik ing jaman.

  13. STOP rokok Amerika… Mari merokok dari tembakau Indonesia, Pekerja Indonesia, dan Rokok Indonesia… 🙂

  14. petani berkata:

    penelitian bank dunia soal biaya akibat rokok itu tak didasari fakta, tapi kenapa jadi argumentasi?
    Hasil dri Rokok itu selain cukai, pajak penjualan,pajak pendapatan, menghidupi asongan, menghidupi penitipan sepeda, angkutan, pedagang kecil yang berdagang di depan pabrik. dsb.

  15. udins berkata:

    yakin Indonesia bisa hidup tanpa rokok? terus mau jadi apa tenaga kerja dari mulai petani sampai pedagang kretek???? buat lap. kerja baru? Utang luar negeri? apa jual pulau? jual hasil bumi yg udah di kuasai negara asing? Ini bukan soal merokok atau tdk merokok….tp soal kemandirian bangsa brooo!!!… selamatkan kretek Indonesia!!

Tinggalkan Komentar